Selasa, 02 Januari 2018

LAPORAN PENDAHULUAN "RETENSIO PLASENTA"



RETENSIO PLASENTA

A.    Definisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi, dapat terjadi retensio plasenta berulang ( habitual retension ) oleh karena itu plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi  plasenta  inkarserata,  dapat  terjadi  polip  plasenta  dan  terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (Prawiraharjo, 2005). Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir (Depkes, 2007).
B.     Klasifikasi
Berdasarkan tempat implantasinya retensio plasenta dapat di klasifikasikan menjadi 5 bagian :
a.       Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta dan melekat  pada desidua endometrium lebih dalam.
b.      Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium yang menembus lebih dalam miometrium tetapi belum menembus serosa.
c.       Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium , dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium.
d.   Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa atau peritoneum dinding rahim .
e.    Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri (Sarwono, 2005).


C.    Etiologi
Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah :
1.      Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat lebih dalam.
2.      Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar .
3.      Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan (Mochtar, 1998).
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu di usahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedang pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro, 2005). 

D. Tanda dan Gejala
Gejala
Akreta parsial
Inkarserata
Akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk uterus
Discoid
Agak globuler
Discoid
Perdarahan
Sedang – banyak
Sedang
Sedikit / tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Pelepasan plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali, kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat.
















 
E.     Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses  retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.

F.     Pathway



G.    Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
1.      Perdarahan
2.      Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
3.      Infeksi
4.      Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
5.      Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
6.      Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
7.      Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
6.      Syok haemoragik

H.    Pemeriksaan Penunjang
1.         Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2.         Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

I.       Terapi
Terapi yang dilakukan pada pasien yang mengalami retensio plasenta adalah sebagai berikut :
1.      Bila tidak terjadi perdarahan
Perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
2.      Bila terjadi perdarahan
lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.

  Cara untuk melahirkan plasenta:
1.      Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
2.      Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose).
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
3.      Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.

F.    Manual Plasenta
Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive dan plasenta akreta serta Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
2.  Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3.  Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
a.    Darah penderita terlalu banyak hilang.
b.  Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
c.  Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
Manual Plasenta dengan segera dilakukan :
1.    Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
2.  Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
3.  Pada pertolongan persalinan dengan narkoba.
4.  Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.

G. Karakteristik Ibu Bersalin dengan Retensio Plasenta
Adapun karakteristik ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah :
1. Umur
Harlock (1999) dan Balai Pustaka (2002) mengatakan bahwa, umur adalah indeks yang menempatkan individu dalam urutan atau lamanya seorang hidup dari lahir sampai mengalami retensio plasenta. Faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu adalah umur, masih banyaknya terjadi perkawinan dan persalinan diluar kurun waktu reproduksi yang sehat adalah umur 20-30 tahun. Pada Usia muda resiko kematian maternal tiga kali lebih tinggi pada kelompok umur kurang dari 20 tahun dan kelompok umur lebih dari 35 tahun (Mochtar, 1998). Tingginya Angka Kematian Ibu pada usia muda disebabkan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. (Manuaba, 1998).
2. Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta adalah sering dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005). Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5 kali), sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).

3.  Interval Kelahiran Anak
Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positif terhadap kesehatan ibu dan janin.Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua persalinan (Ramali, 1996). Perdarahan postpartum karena retensio plasenta sering terjadi pada ibu dengan interval kelahiran pendek (<2 tahun ), seringnya ibu melahirkan dan dekatnya jarak kelahiran mengakibatkan terjadinya perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RETENSIO PLASENTA
A.           Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :
a.       Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1.           Sirkulasi :
a)      Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
b)      Pelambatan pengisian kapiler
c)      Pucat, kulit dingin/lembab
d)     Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
e)      Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
f)       Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2.           Eliminasi :
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3.            Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4.           Keamanan :
 Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5.           Seksualitas :
a)             Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang tertahan)
b)             Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
6.           Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).

B.            Diagnosa Keperawatan
1.    Kekurangan Volume cairan
2.    Nyeri Akut
3.    Resiko Syock
4.    Resiko Infeksi

C.           Intervensi

No.
Diagnosa
NOC
NIC
Rasional
1.              
Kekurangan Volume Cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 menit diharapkan masalah klien teratasi, dengan kriteria hasil:
v  Fluid Balance
1.    Tekanan darah
2.    Frekuensi Nadi
3.    keseimbangan intake dan output selama operasi
4.    Turgor kulit
v  Fluid Management
1.    Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
2.    Monitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit
3.    Monitor status hidrasi ( membran mukosa, tekanan ortostatik, keadekuatan denyut nadi )
4.    Monitor keakuratan intake dan output cairan
5.    Monitor vital signs
6.    Monitor pemberian terapi IV

1.    Mengetahui penyebab untuk menentukan intervensi penyelesaian
2.    Mengetahui keadaan umum pasien
3.    Mengetahui perkembangan rehidrasi
4.    Evaluasi intervensi
5.    Mengetahui keadaan umum pasien
6.    Rehidrasi optimal
2.              
Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit diharapkan masalah klien teratasi, dengan kriteria hasil:
v  Pain control
1.      Melaporkan  nyeri yang terkontrol 
2.      Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik
3.      Tingkat nyeri berkurang dari

v  Manajemen nyeri
1.    Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
2.    Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
3.    Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan pengalaman nyeri dan penerimaan klien terhadap respon nyeri
4.    Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup( napsu makan, tidur, aktivitas,mood, hubungan sosial)
5.    Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri
6.    Lakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah dilakukan
7.    Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
8.    Control lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan klien( suhu ruangan, cahaya dan suara)
9.    Hilangkan faktor presipitasi yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri klien( ketakutan, kurang pengetahuan)
10.        Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distraksi, guide imagery,relaksasi)
11.        Kolaborasi pemberian analgesic

1.    Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
2.    Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien
3.    Untuk mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
4.    Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan klien berpengaruh terhadap yang lainnya
5.    Untuk mengurangi factor yang dapat memperburuk nyeri yang dirasakan klien
6.    untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri yang dirasakan klien bertambah.
7.    Pemberian “health education” dapat mengurangi tingkat kecemasan dan membantu klien dalam membentuk mekanisme koping terhadap rasa nyer
8.    Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
9.    Agar nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah.
10.    Agar klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi dalam memanagement nyeri yang dirasakan.
11.    Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri pasien

3.              
Resiko Syok
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 menit diharapkan syok tidak terjadi dengan kriteria hasil:
v  Keparahan kehilangan darah
1.      Kehilangan darah yang terlihat
2.      Perdarahan vagina
3.      Kulit dan membran mukosa pucat
4.      Tanda-tanda vital

v  Syock management
1.      Anjurkan pasien untuk banyak minum
2.      Observasitanda-tandavital tiap 4 jam.
3.      Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
4.      Observasi intake cairan dan output.
5.      Kolaborasi dalam pemberian cairan infus / transfusi
6.      Pemberian koagulantia dan uterotonika.
 


1.      Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2.      Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini
3.      Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani secara baik.
4.      Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5.      Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock.
6.      Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan

4.              
Resiko Infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:
v  Kontrol resiko
1.       Memonitor faktor resiko individu
2.       Menjalankan strategi kontrol resiko yang sudah di tentukan
3.      Menggunakan sistem dukungan personal untuk mengurangi resiko
4.      Suhu tubuh
5.      Pembekakan sisi luka
v  Kontrol Infeksi
1.      Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
2.      Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung pada pasien.
3.      Tingkatkan intake nutirsi.
4.      Berikan antibiotic bila perlu.
5.      Observasi tanda dan gejala infeksi.
6.      Monitor nilai leukosit.
7.      Berikan perawatan pada area luka.
8.      Ajarkan klien dan keluarga cara menghindar infeksi

1.      Mencegah terjadi infeksi nosokomial.
2.      Mencegah infeksi.
3.      Nutrisi yang baik dapat meningkatkan imun
4.      Untuk mencegah terjadi infeksi.
5.      Mengidentifikasi dini infeksi dan mencegah infeksi berlanjut.
6.      Nilai leukosit merupakan indicator adanya infeeksi.
7.      Membantu penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
8.      Agar klien dan keluarga dapat secara mandiri meenghindari infeksi tanpa bantuan perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Bulechek G.M., Howard K.B., Joanne M.D. (Eds.). 2008. Nursing Intervention Classification (NIC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC.
Depkes. 2007. Buku Acuan Pelayan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification  2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.
Prawihardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Prawihardjo, Sarwono. 2005. Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Wijayarini. 2005. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC


4 komentar:

  1. Hai kak mohon maaf sebelumnya saya mahasiswa tingkat akhir yg mengambil KTI retensio plasenta dan saya liat postingan kakak bagus boleh saya minta link untuk mendownload jurnalnya?

    BalasHapus
  2. The Best 3 Genie codes for youtube
    The Best 3 Genie Codes for youtube. By. Korny · Jul 13, 2017 · Uploaded by YouTube · The Best 3 Genie Codes for youtube. download youtube videos

    BalasHapus
  3. Casinos Near Casinos Near Casino Ashland
    Find 밀양 출장안마 the 익산 출장안마 nearest casinos with slot machines, live 수원 출장마사지 table games, 충청남도 출장샵 and more nearby attractions. Mapyro offers unbiased reviews of the 포항 출장안마 Casinos in Ashland, PA.

    BalasHapus

LAPORAN PENDAHULUAN "RETENSIO PLASENTA"

RETENSIO PLASENTA A.     Definisi Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalin...